Caplokan Malaysia

| Rabu, 04 Januari 2012

Saya masih belum paham ketika lihat berita ratusan anggota Forum Betawi Rempug bentrok dengan polisi di halaman Kedutaan Malaysia di Jakarta. Sama tak pahamnya ketika sekilas mendengar siaran televisi bahwa TNI AU menggelar latihan, yang konon untuk jaga-jaga di perbatasan Kalimantan Barat. Memangnya, Malaysia sesalah apa?

Kadang saya berpikir agak konyol. Andai warga sekitar perbatasan merasa nyaman menjadi warga Malaysia, kira-kira siapa yang harus disalahkan? Jika selama ini, memiliki KTP Indonesia, namun tak pernah mendapat perlakuan selayaknya warga negara?

Seorang teman aktivis yang kerap keluar-masuk Kalimantan pernah cerita. Bahkan, sejak lima tahun silam, is tak merasa ada perubahan do sana. Kebutuhan pokok hingga semen produk Malaysia, misalnya, bisa mereka peroleh dengan setengah harga dari Indonesia. Maka, orang Indonesia lebih memilih belanja aneka keperluan di perbatasan.

Hak dan kewajiban yang timpang, antara negara dengan warganya bisa berakibat apa saja. Jangan dulu bicara nasionalisme, apalagi mempertanyakannya. Ketika negara absen, pemerintahnya tak memberi perhatian kepada rakyatnya sendiri, apa yang bisa diperbuat?

Jangankan terhadap warga perbatasan, di ‘pedalaman’ yang dekat dengan pemerintahan saja masih banyak yang terabaikan. Kemauan baik pemerintah, para penyelenggara negara itu, selalu hadir secara samar-samar, antara ada dan tiada. Berapa banyak penduduk miskin sulit mengakses jaminan kesehatan dan pendidikan, selalu ditutup-tutupi dengan citra baik dengan dukungan statistik sebagai pembenar.

Mungkin, bagi pejabat di Jakarta tak merasa kehilangan, meski lahan yang diduga dicaplok di Camar Bukan itu mencapai 1.400 hektar. Karena secara statistik persentasenya kecil, toh tak mengurangi luas wilayah negara secara signifikan. Angka itu, pun cuma setara dengan kepemilikan hak pengusahaan hutan (HPH) pengusaha kelas start up lokal.

Kadang-kadang, saya tergelitik untuk mereka-reka gosip. Jangan-jangan itu cuma sandiwara untuk mengalihkan isu sensitif bbagi sekelompok elit politik, atau sekadar warming up menjelang KTT ASEAN di Bali, bulan depan.

Andai benar demikian, kira-kira apa yang bisa dilakukan pemerintah, entah itu presiden, TNI sebagai penjaga kedaulatan wilayah, DPR, Kementrian Luar Negeri, atau para Blogger ASEAN?

Andai perangnya cuma antara Blogger Indonesia dan Malaysia, paling cuma lewat linimasa Twitter, atau penggalangan dukungan lewat Facebook. Agak ragu kalau banyak yang mengangkatnya lewat postingan di blog. Blogger kita, kayaknya masih perlu banyak belajar. Setidaknya, mengenai wawasan ketahanan nasional, juga strategi diplomasi sipil.

Sumber: http://blontankpoer.com/2011/10/14/caplokan-malaysia/comment-page-1/#comment-4938

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲